BONDOWOSO – Menghilangkan penat dengan kemping ceria di Kawah Wurung yang dijuluki zamrudnya Bondowoso. Seperti apa?
Pulau Jawa memiliki banyak kawah yang bisa dikunjungi traveler dan saya termasuk yang menjadikannya destinasi favorit. Sebab, sejumlah kawah cukup mudah dijangkau.
Sejauh ini, saya mencatat sudah mengunjungi Kawah Upas, Kawah Kawah Domas, dan Kawah Ratu yang ada di Gunung Tangkuban Parahu; Kawah Putih di Bandung Selatan dan merupakan kawah dari Gunung Patuha. Kemudian, Kawah Gunung Bromo dan Kawah Ijen, kawah yang berada di Pegunungan Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Yang terakhir merupakan favorit saya.
Baca juga : Lokawisata Baturraden Tetap Diminati Wisatawan
Baca juga : Gunung Kidul Harapkan Bandara YIA Dongkrak Kunjungan Wisatawan
Baru-baru ini saya menuju Kawah Wurung. Kawah ini tidak seperti kawah lain yang memiliki air atau endapan belerang. Kawah ini berupa hamparan sabana. Kok bisa?
Ternyata, sesuai dengan namanya, yaitu wurung merupakan bahasa jawa yang artinya tidak jadi. Masih belum ada informasi pasti sih, bagaimana Kawah Wurung bisa menjadi seperti sekarang. Yang jelas, keindahan pemandangannya spektakuler. Nyaris mirip dengan Bukit Teletubies di Bromo.
Kawah Wurung terletak di Desa Jampit, Kecamatan Sempol, Bondowoso, Jawa Timur. Lokasinya, sekitar dua jam perjalanan dari Jember.
Selain via Bondowoso, Kamu juga bisa ke Kawah Wurung via Banyuwangi. Cuma sepuluh kilometer dari Paltuding, Kawah Ijen.
saya memilih menuju Kawah Wurung via Bondowoso. Jalan menuju Kawah Wurung via Bondowoso sudah beraspal semua, meskipun di beberapa titik ada aspal yang rusak.
Jalan yang hanya terdiri dari dua lajur ini tidak begitu ramai dengan kendaraan dan di sepanjang jalan akan terhampar pemandangan bebukitan hingga perkebunan kopi.
Meskipun kami harus menempuh jalan menanjak, syukurnya tanjakan sepanjang jalan tidak begitu curam sehingga motor dengan cc kecil seperti yang kami kendarai, masih kuat menanjak.
Jamrud Bondowoso, begitulah Kawah Wurung disebut-sebut. Menurut saya sangat wajar jika Kawah Wurung mendapatkan julukan tersebut, mengingat Kawah Wurung menjadi salah satu padang rumput terluas di Bondowoso.
Sejauh mata memandang, hamparan savanna atau sabana terbentang luas, seperti karpet hijau di surau-surau. Jika musim kemarau, perpaduan antara hijaunya savanna dan birunya langit akan menjadi perpaduan warna yang sangat cantik.
Kawah Wurung sendiri dikelola oleh Perhutani Bondowoso. Saat ini sudah memiliki beberapa fasilitas penunjang seperti toilet, penyewaan tenda, penginapan dan warung-warung penjaja makanan.
Selain itu, banyak juga spot untuk berswafoto, baik yang secara alami tersedia maupun yang sengaja dibuat untuk menambah koleksi foto para pengunjung.
Menghilangkan kejenuhan akan rutinitas biasanya diatasi dengan jalan-jalan. Kawah Wurung bisa menjadi pilihan, apalagi bagi yang ingin mencari ketenangan melalui alam tanpa perlu repot mendaki.
Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di Kawah Wurung, baik bagi yang ingin menginap atau tidak. Mulai dari berswafoto, bersepeda, sekedar trekking ke atas bukit bahkan berkemah.
Agar pengalaman saya ke Kawah Wurung makin spesial, saya memilih untuk berkemah. Dengan membawa tenda dan bekal makanan yang kami bawa dari Jember kami hanya dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 5.000/orang dan parkir roda dua Rp. 2.000/motor.
Awalnya, kami dikenakan uang tenda sebesar Rp. 50.000 namun kami menolak sebab kami membawa sendiri tenda kami. Adapun tarif Rp. 50.000 untuk sewa lahan mendirikan tenda kami rasa cukup berlebihan.
Kawah Wurung berada di ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Saat berkemah angin cukup kencang pada malam hari.
Kami sedikit beruntung sebab kami mendirikan tenda di dekat pohon sehingga angin bisa terpecah oleh dahan-dahan pohon.
Jika ingin melihat matahari terbit namun enggan berkemah, traveler bisa berkunjung pada malah hari, dan menunggu matahari terbit di dalam mobil atau di warung.
Jadi tidak perlu khawatir, karena Kawah Wurung buka 24 jam seminggu. Cukup menarik, bukan? (fem/ny)