JAKARTA – Migas sempat menjadi komoditas utama. Pergerakan perdagangan dalam pasar global sangat laris untuk diperjualbelikan. Ketika masih berlimpah, ekspor-impor suatu negara terus terjadi, tidak terkecuali Indonesia. Namun, seperti sudah ada lampu sinyal yang menyala, bahwa indikator telah membacakan tanda jika minyak dan gas bumi Indonesia akan mencapai batasnya jika tidak ada penemuan baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Arifin Tasrif dengan tegas menjelaskan, bahwa arah kebijakan energi saat ini bukan lagi mengenai komoditas, tetapi harus menjadi modal dalam pembangunan nasional. Bersama Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) rotasi arah tersebut dikuatkan untuk pemenuhan energi dalam negeri sebagai penguatan pembangunan.
Arifin menyebutkan, jika tidak ada cadangan migas baru, maka umur dari minyak bumi hanya tinggal sembilan tahun ke depan sebelum menemui tetesan terakhir. Kedua, secara statistik, dalam 20 tahun terakhir, tren produksi minyak bumi selalu menunjukkan penurunan tiap tahunnya. “Ini adalah alarm peringatan yang tegas,” terangnya.
Baca juga : Jalan Malinau-Long Midang Ditarget Rampung 2022
Baca juga : 4 Tahun, Bansos Tidak Terencana Tersalurkan Rp 3,6 Miliar
Apa langkah selanjutnya?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan lifting atau produksi siap jual minyak sebesar 743 ribu barel per hari (bph) pada tahun 2024. Capian target ini ditetapkan dalam data pembangunan dan target rencana strategis Kementerian ESDM dalam periode lima tahun mendatang. Menteri ESDM Arifin Tasrif menguraikan, langkah apa yang akan ditempuh Pemerintah dalam mencapai target peningkatan lifting minyak tersebut.
“Kita akan memanfaatkan sumur-sumur (minyak) yang sudah lama ditinggalkan atau sumur tua. untuk bisa diproduksi kembali dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang ada, seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) atau biochemical surfactant,” kata Arifin.
Program EOR, urai Arifin, diproyeksikan membutuhkan waktu lebih lama dan dilakukan secara bertahap dengan menyesuaikan karakter subsurface yang ada di Wilayah Kerja (WK) Migas. “Memang, kita membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa dapat mendapatkan sumber formula yang tepat tentang komposisi EOR ataupuan biochemical,” jelasnya.
Sesuai proyeksi Pemerintah, Lapangan Ande-Ande Lumut di Natuna bisa menjadi pendongkrak lifting minyak pada tahun 2023 sebesar 25 ribu bpd. Terdapat pula dua sumber lain yang jadi andalan yakni Indonesia Deepwater Development/IDD (23 ribu bpd di 2024) dan Lapangan Abadi, Blok Masela (36 ribu bpd di 2027).
“Sisanya kita bisa mempercepat cekungan-cekungan WK yang masih ada di kawasan kita,” ungkap Arifin. (ant/ny)